Kamis, 05 Maret 2015

Naskah Drama Legenda Batu Menangis

naskah drama

Hai Kawan! Kali ini saya akan mempos sebuah naskah drama legenda, yaitu  Legenda Batu Menangis. Silakan disimak!


Naskah Drama Legenda Batu Menangis 

Alkisah, disebuah bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah petani miskin dengan istri dan putri nya yang masih bayi, yang bernama Darmi. Seperti hari biasa, Sang petani pergi bekerja. Menggarap sawah demi sesuap nasi.

Pak Tani           : “Dinda, Kangmas berangkat bertani dulu ya. Jaga putri kecil kita ya.”
Ibu                   : “Iya kangmas, hati hati ya.” (Ibu mencium tangan Pak Tani)
                          (menggendong bayi)

            Pada suatu hari, hal buruk terjadi. Sang petani terkena penyakit parah. Istri nya pun memanggil Tabib.

Ibu                   : “Tabib! Tabib! Tolong! Suamiku jatuh sakit!” (terburu-buru)
Tabib 1             : “Yasudah, mari kita kesana.”

Pak Tani           : “Uhuk... Uhuk.... Dinda....”
Ibu                   : “Sabar Kangmas, Dinda sudah memanggil tabib.”
Tabib 1             : (meracik obat-obatan)
Tabib 2             : (memeriksa Pak Tani) “Sepertinya panyakin Pak Tani ini sudah parah.”
Tabib 1             : “Minum ini. Ini akan membuatmu merasa lebih baik.”
Pak Tani           : “Terimakasih Tabib.” (meminum ramuan) “Dinda, apabila Kangmas sudah    tiada; rawat dengan baik putri kecil kita, Darmi ya.”
Ibu                   : “Kangmas jangan tinggalkan Aku.” (Pak Tani tak sadarkan diri) 
                           “Kangmaaaas!”
Tabib 2             : “Tenang saja, dia hanya tertidur.”
Ibu                   : “Oh, syukurlah kalau begitu.”

            Hari demi hari berlalu, penyakit Pak Tani tak kunjung sembuh. Hari makin hari penyakitnya justru semakin parah. Hingga pada suatu hari, tibalah saatnya.

Pak Tani           : “Dinda, sepertinya Aku sudah tak kuat.”
Ibu                   : “Kangmas, jangan tinggalkan Aku.”
Pak Tani       : “Ashadualailaha ilallah.... Wa Ashaduanna Muhammadarrasulullah” (terbata-bata) .....(lalu meninggal)
Ibu                   : “Tidaaaaak. Kangmas.”
Tabib 1            : “Maaf Ibu. Kami sudah berusaha semaksimal kami. Tetapi apa daya Tuhan ......berkehendak lain. Kami turut prihatin Bu.”

Tahun demi tahun berlalu. Darmi tumbuh menjadi sosok wanita yang cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai perilaku yang amat buruk. Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu Ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.
Segala permintaannya harus dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.
Suatu hari, seperti biasa gadis itu mengurung dirinya di dalam kamarnya. Ia tak mau matahari merusak kulitnya. Ia enggan debu-debu mengotori wajahnya.

Darmi   : “Ibuuuu…!”(Dengan nada yang keras)
(Sang ibu tergesa-gesa menghampiri putrinya.)

Darmi   : “Bukankah sudah berulang kali aku bilang bahwa setiap aku bangun ibu harus sudah
menata kamar ini hingga rapi, menyediakan lulur, air hangat, dan membuatkan minuman sari buah untukku…?” (ekspresi marah)

Ibu   : (dengan nada pelan) “kamu itu sudah besar, nak. Kamu bisa mengerjakan semua itu .....................sendiri.”

Darmi   :“Ibu kan tahu, aku lagi sibuk,”

Ibu       : (Sang ibu hanya mengelus dada)

Narrator : “Matahari mulai memancarkan sinarnya . Sang ibu mulai bersiap-siap untuk berangkat ke sawah untuk bekerja, ia tidak lupa mengajak darmi untuk membantunya di sawah.”

Ibu       : “Darmi . . .Ayo Bantu ibu bekerja di sawah.” (sambil mengetuk pintu kamar darmi)

Darmi   : “Tidak bu . . ., nanti kalo kuku dan kulit ku kotor gimana?”

Ibu       : “Apa kamu tidak kasihan sama ibu nak ?” (dengan nada iba)

Darmi   : “Saya lagi dandan Bu.” (sibuk merias wajahnya)

Narrator: “Akhirnya sang ibu pergi ke sawah sendirian.  Setelah selesai bekerja di sawah, sang Ibu kembali pulang.”

Ibu       : “Ibu pulang” . .(dengan nada lelah)

Darmi : “Upahnya mana?” (sambil mencari-cari uang upah ibunya di pakaian ibunya ,dan di  .....................temukan uangnya di dalam genggaman tangan ibunya)

Darmi : “Nahh ini dia”. .(dengan wajah senang sambil menunjuk uang)

Ibu       : ”Jangan, Nak! Uang itu untuk membeli beras,” ujar sang Ibu.

Darmi : “Bedak, lipstick, maskara, eyeliner, eyeshadow, parfum ku habis Bu, mesti beli yang baru.”

Ibu       : “Kamu itu jadi anak bisanya cuma minta aja, tapi tidak pernah mau bekerja.” (dengan  .....................kesal) (Ibu memberikan uang)

Narrator : “Keesokan harinya, ketika ibunya pulang dari bekerja, si Darmi meminta lagi .uang upah yang .....................diperoleh ibunya untuk membeli alat kecantikannya yang lain.Keadaan itu terjadi setiap hari. .....................Suatu hari, sang ibu mencoba untuk membujuk anaknya agar mulai mengubah tabiat .....................buruknya.”

Darmi   : “Bu, mana uangnya?”

Ibu       : “Nak.. Coba kamu bantu ibu di sawah.”

Darmi   : “Apa sih bu?”

Ibu       : “Ibu kan sudah tua, jika ibu dipanggil oleh Tuhan maka Ibu tak khawatir lagi engkau bisa
.....................mengurusi dirimu sendiri. Kita itu orang miskin, kita harus tetap bekerja untuk bisa makan.” (di .....................ruang tamu)

Darmi   : (sibuk melentik kan kukunya) “Siapa suruh jadi orang miskin. Lagi pula Aku tidak pernah minta kamu jadi ibuku.” (ketus sang gadis)

Narrator           : “Sang Ibu pun sedih mendengar ucapan yang terlontar dari mulut anaknya sendiri.”

Ibu : “Baiklah, Anakku. Ibu hanya memohon agar kamu tidak mengurung diri di rumah. Kenalilah
.....................lingkunganmu agar ibu tenang jika suatu saat dipanggil Tuhan.” ( dengan sabar )

Hari berganti hari. Akhirnya sang anak mau menuruti kehendak ibunya. Ia tidak keberatan untuk ke mana pun bersama sang ibu. . Tapi anaknya ini mengajukan sebuah syarat bahwa ibunya tidak diperbolehkan untuk mengakui bahwa ia adalah ibunya di depan umum. Sebagai seorang ibu tentulah hatinya teriris mendengar itu. Namun sang ibupun menyetujuinya.
Hingga, pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja di pasar yang letaknya jauh dari tempat tinggal mereka. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek agar orang dijalan yang melihatnya akan mengagumi kecantikannya.
Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang wajah gadis itu.Namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.

Pemuda 1         : “Eeh eeh , coba liat wanita itu , cantik sekali kan?” (sambil mengagumi)

Pemuda 2         : “Iyaiya benar. wanita itu bagai bidadari surga, elok parasnya, tak sanggup aku  ......................................menahan untuk menatap keindahannya.”

Pemuda 1         : “Iya , bahkan wanita itu lebih cantik daripada bunga mawar.”

Pemuda 2         : “Rasanya aku tertarik untuk mengenalnya.”

Pemuda 1         : “Eeh , tapi yang di belakangnya itu siapa ?”

Pemuda 2         : “Entahlah, siapa ya dia itu?” (sambil berlari)

Pemuda 1         : “Heh heh, kamu mau kemana?”

Pemuda 2         : “Mau kenalanlah.”

 Pemuda 1        : “Eh aku ikut, ikut ikut.”

Narrator           : “Dilain sisi , para perempuan pun turut membicarakan kehadiran mereka.”

Perempuan 1    : “Murti, kamu liat tidak wanita tua yang di belakang gadis cantik itu ?”

Perempuan 2    : “Iya kak aku melihatnya, kasian yaa ....”

Perempuan 1    : “sungguh sangat kasian ya , siapakah dia sambil membawa keranjang belanjaan .....................................di belakang wanita cantik itu?”

Perempuan 2    : “Apakah mungkin dia itu . . .”(sambil berfikir)

Perempuan 1    : “Ssstt!! Jangan berfikir yang macam-macam, gak boleh. menduga itu tidak baik!”

Perempuan 2    : “Eehm , iya baiklah kak.”

Narrator           : “Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya                    ... kepada gadis itu.”

Pemuda 1         : “Hay cantik , Siapa yang berjalan dibelakangmu itu? Apakah itu ibumu?” ......................................(penasaran)

Darmi               : “Bukan, bukan.” (mendongakan kepalanya) “Dia itu budak!” (dengan nada  .......................................lembut kemudian kencang)

Pemuda 2         : “Hai, manis. Yakin dia itu bukan ibumu?” (penasaran)

Darmi               : “Bukan! Sudah ku bilang dia itu budak! Pergi sana!” (Darmi menendang ibu)
 
Perempuan 1    : “Astaga, jangan begitu” (perempuan membantu si ibu untuk berdiri)

Perempuan 2    : “Iya! Hargai orang lainlah. Walaupun dia itu budakmu, tapi dia juga manusia!”

Narrator           : “Alangkah terlukanya sang ibu mendengar itu. Hatinya menangis dan ia benar- .......................................benar tak berdaya menahan sakit hatinya. Ia berbisik berdoa dan memohon .....................................kepada Tuhan.”

Ibu                : “Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu .......................................teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, Tuhan hukumlah .....................................anak durhaka ini !” Hukumlah dia!” ( sambil menangis dan menjerit )

Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.
Darmi : “Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu…Ibu…ampunilah anakmu.” (merintih dan menangis )

Ibu : “Maafkan Ibu nak.”

Darmi : “Ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!”

Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut ” Batu Menangis”

Baca juga: Naskah Drama Lucu Tryout Suram di Minggu Cerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar